Saturday, March 2, 2019

Sejarah Menara Kudus

Image result for menara kudus
Penyebaran agama Islam di Jawa dilakukan oleh para pedagang, yang dipelopori oleh Maulana Maghribi, yang lebih dikenal dengan nama Maulana Malik Ibrahim. Beliau menyebarkan Islam tidak hanya sendiri, melainkan bersama-sama dengan yang lain atau biasa disebut dengan Wali Songo. Wali-wali tersebut menyampaikan risalah Islam dengan cara yang berbeda, salah diantaranya adalah yang kita kenal dengan Ja’far Shodiq atau biasa disebut dengan Kanjeng Sunan Kudus.
Menurut sejarah, Masjid Menara Kudus didirikan oleh Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq ialah putera dari R.Usman Haji yang bergelar dengan Sunan Ngudung di Jipang Panolan (ada yang mengatakan tempat tersebut terletak di sebelah utara Blora). Sunan Kudus kawin dengan Dewi Rukhil, puteri dari R.Makdum Ibrahim, Kanjeng Sunan Bonan di Tuban. R.Makdum Ibrahim adalah putera R.Rachmad (Sunan Ampel) putera Maulana Ibrahim. Dengan demikian Sunan Kudus adalah menantunya Kanjeng Sunan Bonang. Sunan Kudus selain dikenal seorang ahli agama juga dikenal sebagai ahli ilmu tauhid, ilmu hadist dan ilmu fiqh. Karena itu, diantara kesembilan wali, hanya beliau yang terkenal sebagai “Waliyil Ilmi”. Adapun cara Sunan Kudus menyebarkan agama Islam adalah dengan jalan kebijaksanaan, sehingga mendapat simpati dari penduduk yang saat itu masih memeluk agama Hindu. Salah satu contohnya adalah, Sapi merupakan hewan yang sangat dihormati oleh agama Hindu, suatu ketika kanjeng Sunan mengikat sapi di pekarangan masjid, setelah mereka datang Kanjeng Sunan bertabligh, sehingga diantara mereka banyak yang memeluk Islam. Dan sampai sekarang pun di wilayah Kudus, khususnya Kudus Kulon dilarang menyembelih sapi sebagai penghormatan terhadap agama Hindu sampai dengan saat ini. 
Cerita mengenai menara Kudus pun ada berbagai versi, ada pendapat yang mengatakan,” bahwa menara Kudus adalah bekas candi orang Hindu,”. Buktinya bentuknya hampir mirip dengan Candi Kidal yang terdapat di Jawa Timur yang didirikan kira-kira tahun 1250 atau mirip dengan Candi Singosari. Pendapat lain mengatakan kalau dibawah menara Kudus, dulunya terdapat sebuah sumber mata air kehidupan. Kenapa ? karena mahluk hidup yang telah mati kalau dimasukkan dalam mata air tersebut menjadi hidup kembali. Karena dikhawatirkan akan dikultuskan, ditutuplah mata air tersebut dengan bangunan menara. Menara Kudus itu tingginya kira-kira 17 meter, di sekelilingnya dihias dengan piringan-piringan bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah banyaknya. 20 buah diantaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sedang 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Dalam menara ada tangganya yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M. Tentang bangunannya dan hiasannya jelas menunjukkan hubungannya dengan kesenian Hindu Jawa. Karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian : (1) Kaki (2) Badan dan (3) Puncak bangunan. Dihiasi pula dengan seni hias, atau artefix ( hiasan yang menyerupai bukit kecil )

Arsitektur Masjid

Masjid Menara Kudus memiliki 5 buah pintu sebelah kanan, dan 5 buah pintu sebelah kiri. Semua jendelanya ada 4 buah. Pintu besar terdiri dari 5 buah, dan tiang besar di dalam masjid yang berasal dari kayu ada 8 buah. Namun, masjid ini tidak sesuai aslinya, lebih besar dari semula karena pada tahun 1918-an telah direnovasi. Di dalamnya terdapat kolam masjid. Kolam yang merupakan padasan tersebut merupakan peninggalan kuno dan dijadikan sebagai tempat berwudhu.
Di dalam masjid terdapat 2 buah bendera, yang terletak di kanan dan kiri tempat khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura yang biasa disebut oleh penduduk sebagai Lawang Kembar (Pintu Kembar). Di dalam kompleks masjid juga terdapat pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan buah. Di atas pancuran tersebut diletakkan arca. Jumlah 8 pancuran konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yaitu Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga.

Arsitektur Menara


Menara Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 meter. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar, semuanya berjumlah 32 buah. Dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta, dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang.
Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 Masehi. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa. Karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian utama, yaitu : kaki, badan, dan puncak bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks atau hiasan yang menyerupai bukit kecil.
Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.

SIAPAKAH SOSOK SEBENARNYA TOKOH SEMAR DALAM WAYANG KULIT JAWA ISLAM?

Dahulu ketika Wayang Manusia versi Hindu masih eksis dan menjadi tontonan istimewa masyarakat pada zaman Majapahit, sosok Semar ini lebih dikenal dengan sebutan Sang Hyang Tunggal, dengan fisik gemuk, pendek, dan berwajah jelek yang diyakini merupakan jelmaan dewa.
Akan tetapi sosok tokoh Semar mulai dikenal ketika Sunan Kalijaga menciptakan kesenian Wayang kulit yang tujuannya untuk berdakwah Islam menarik minat masyarakat Hindu Majapahit pada masa itu.
Tentu tiket masuk setiap pertunjukan Wayang Kulit yang digelar oleh Sunan Kalijaga saat itu adalah mengucap kalimat Syahadat Tauhid, barulah nantinya dipertengahan pertunjukan dijelaskan apa dan bagaimana arti dari kalimat syahadat tauhid tadi kepada para penonton yang baru saja tanpa sadar telah di Islamkan oleh Sunan Kalijaga, tentu cara yang cerdik nan efektif.
Disetiap pertunjukan Wayang Sunan Kalijaga, Semar seolah-olah menjadi tokoh sentral dalam cerita. Seolah-olah tokoh ini diciptakan Sunan Kalijaga sebagai Narator dalam kisah yang dibawakan dalam setiap cerita wayang Sunan Kalijaga, sekalipun ceritanya berbeda-beda, Naratornya tetaplah sosok Semar.
Semar yang berkulit hitam, pendek, tua, dan berbadan besar. Tokoh ini sebenarnya adalah murni ciptaan Sunan Kalijaga walau sepintas mirip Sang Hyang Tunggal dalam kisah pewayangan Hindu, tetapi sebenarnya berbeda.
Jadi siapakah sebenarnya sosok Semar yang menjadi tokoh sentral dalam pewayangan kulit ala Sunan Kalijaga ini?
Dalam berbagai serat babad jawa maupun babad Mataram, sebenarnya sosok Semar ini di ilhami dari seorang tokoh ulama bernama Syaikh Maulana Maghribi, beliau adalah ulama yang berasal dari Maroko. Fisik beliau seperti yang digambarkan pada Semar, berkulit hitam dan berbadan besar.
Satu keistimewaan seorang Syaikh Maulana Maghribi yang merupakan ulama periode awal di Jawa dan juga merupakan Walisongo generasi pertama, yaitu beliau adalah selain ahli tasawuf, beliau juga ulama yang ahli di bidang Ruqyah.
Beliau langsung didatangkan atas permintaan Majapahit dari usulan Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.
Tujuan beliau tentu seperti bidang spesialisnya yaitu Ruqyah, tidak hanya sebatas meruqyah seseorang, tapi juga meruqyah tanah-tanah kosong nan angker yang ditempati banyak makhluk halus hingga akhirnya tempat tersebut bersih dan dapat ditempati sebagai kolonial baru masyarakat.
Bukan tanpa sebab kenapa Syaikh Maulana Maghribi jauh-jauh didatangkan dari Maroko, karena dari kasus-kasus sebelumnya banyak Pandhito Hindu ataupun Bhiksu Budha yang telah ditugaskan untuk mengusir makhluk-makhluk halus ditempat tertentu akan tetapi gagal total.
Maka ada satu keistimewaan paling menonjol dari sosok Semar dalam wayang kulit ala Sunan Kalijaga ini, dalam ceritanya Semar ini adalah sosok tokoh yang sangat ditakuti dan disegani oleh para dewa-dewa Hindu. Mulai Brahmana, Wisnu, Siwa, hingga Bhatara Guru semuanya segan terhadap Semar.
Bagaimana mungkin tokoh yang sosoknya hitam, jelek, pendek, dan badan besar bisa begitu superiornya diantara tokoh-tokoh wayang yang lain? Ya itulah sosok Syaikh Maulana Maghribi sebenarnya.
Sosok ulama yang menumbali tempat-tempat angker sehingga menjadi tempat layak huni bagi masyarakat pada masa itu. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh pemuka agama Hindu ataupun Budha pada masa itu.
Dan sosok Semar ini adalah buah kreasi Sunan Kalijaga yang begitu mengagumi sosok Syaikh Maulana Maghribi.
Penamaan Semar ini diambil dari bahasa arab dari kata Simaar/Ismarun yang berarti Paku. Paku secara harfiah disini adalah sosok Syaikh Maulana Maghribi yang bisa mempakukan (menumbali) tanah-tanah di pulau Jawa yang semula angker dan menjadi tempat sesembahan menjadi tempat yang bersih dan layak huni.
Dan secara simbolis Paku dalam kisah pewayangan adalah sosok Nasab dari segala kebijaksanaan dari kebajikan.
Bahkan Semar dalam kisah pewayangan kulit ciptaan Sunan Kalijaga, Semar adalah sosok guru yang mengajarkan kebijaksanaan kepada para Pandawa, menggeser posisi Khrisna.
Jadi inilah asal muasal tokoh Semar dalam pewayangan kulit ciptaan Sunan Kalijaga yang kita kenal hingga saat ini.
Semoga tulisan sejarah ini bermanfaat dan bisa menambah wawasan teman-teman Sejarah Dunia.
Tulisan ini tidak bermaksud memojokan atau menyudutkan pihak maupun agama tertentu, murni semata karena penyampaian Sejarah yang ada dan tidak melebih-lebihkan. Sekian dan terima kasih!